Jumat, 15 April 2011

Taling Freeport di Timika seluas mata memandang, bak bencana untuk generasi suku Kamoro

Sejak Tahun 2006 jumlah pendulang ilegal yang beropersi di kawasan kontrak karya PT Freeport terus bertambah, menurut catatn asosiasi pendulang tradisional di timika, tahun 2010 jumlah pendulang dari kali kabur di desa banti hingga ke muara sungai otomona mencapai sepuluh ribu lebih.( Muhammad Yamin/ menetap di Timika Papua)

Ribuan pendulang yang beropesi di aliran taling Pt freeport yang menggunakan aliran sungai otomona, menggunakan airraksa/ mercury, untuk mengolah bubuk emas hasil dulanganya.( Muhammad Yamin / menetap di Timika Papua )
Hamparan tailing mengendap di sepanjang kali otomona hingga meluber ke dalam hutan adat milik suku kamoro, akibatnya sebahagian besar hutan yang merupakan sumber penghidupan suku itu tak dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya ( Muhammad Yamin / menetap di Timika Papua)



HAMPARAN TAILING:Pasir sisa tambang ini merupakan ampas terkahir yang di produksi oleh Pt freeport di tembagapura Timika Papua, dengan alasan kondisi geografis di Timika yang memilik sifat kelabilan struktur tanah  PT Freport  menetapkan pembuangan Tailing dengan memodivikasi  aliran sungai Otomona dan Ajikwa yang bermuara di laut Arafuru. PT Freeport mengklaim pengelolaan limbah tambang ini sudah di lakukan secara profesional,namun nyatanya deposit tailing ini tidak hanya mrubah dan merusak aliran sungai yang jernih menjadi kabur, namun ribuan hektar hutan adat suku kamoro rusak parah, termasuk hutan sagu yang merupakan hutan adat buat seluruh generassi suku kamoro di pesisir mimika timur rusak berat, dan hampir seluruh warga suku kamoro disekitar itu terpaksa menjalani aktivitas  mencari ikan harus menjauh dari  aliran taiking dengan radius puluhan kilo meter hamparan tailing Freeport.  Sejak sepuluh tahun terakhir jumlah penambang tradisional beropersi di sepanjang sungai Otomona dan ajikwa, yang masuk wilayah kontrak kerja freeport, yang juga masuk bahagian dari kawasan taman nasioanl Lorent, terus bertambah catatan asosiasi pendulang di timkka jumlahnya sudah menembus sepuluh ribu penambang,setiap hari beropersi disepanjang sungai. merekapun menggunakan mercury untuk memproses hasil dulanganya yang juga menggunakan aliran sungi yang sama. Sementara Pihak Freeport berdalih masalah pendulang yang menggunakan mercury bukan tanggung jawab perusahaan, padahal apapun alasanya. tidak mungkin pendulang tradisional berada disepnajang sungai dari mile 68 desa banti hingga kalikabur didistrik mimika baru. jikalau Freeport tidak menggunakan aliran sungai untuk membuanag limbah produksinya di Mile 74  Tembagapura, tidak hanya itu pada bulan februari tahun 2006, manajemn Freeport melalui departemn securitynya pernah melakukan sweping terhadap ribuan pendulang dikawasan desa banti di sekitar areal tambang tembagapura, namun  usaha ini mendapatkan perlawana oleh warga yang manyoritas merupakan warga  asli dari kawasan pegunungan tengah.akibatnya produksi Freeport saat itu sempat terhenti selama sepekan. Sejak itulah Freeport membiarkan jumlah penambang illegal beropersi di kawasanya, bahkan di jembatan mile 34 freeport menyediakan jembatan khusu pendulang. Dengan lasan biar tidak menggagu aktifitas lalulintas kendaraan pryek di kawasan itu.yang menjadi pertanyan besar mengapa pembuangan tailing itu menggunakan aliran sungai yang bisa diakses oleh warga secar bebas walaupun itu masuk wilayah kontarak karya yang berdasrkan keputusan menteri pertambangan kawas itu tertutup untuk umum. Namun ribuan pendulang tradisional secara illegal melakukan aktifitas tanpa bisa di control sehingga semakin memaperparah kondisi lingkungan khusunya hutan adat suku Kamoro. Tidakah Freeport seharusnya mencari cara lain untukpembuangan tailing sehingga tidak mengundang ribuan pendulang  yang sebahagian beas adalam masyarakat pendatang dari luar kabupaten mimika dan luar pulau Papua.( Muhammad yamin/ jurnalis menetap Di Timika)

Ratusan hektar hutan sagu milik suku kamoro rusak akibat endapan tailing sehingga tak ada tumbuhan yang mampu hidup dan beradaptasi dengan unsur unsur yang terkandung di taling pembuangan limbah Pt Freeport di Timika Papua ( Muhammad Yamin / menetap di Timika Papua)


Warga suku Kamoro kian hari kian terjepit, karena hutan dan sungai yang menjadi sahabat mereka sudah rusak dan tak mungkin bisa dikembalikan atau di rehabilitasi dalam waktu singkat. ( Muhammad Yamin ? menetap di Timika Papua)

8 komentar:

  1. laporkan ke kementerian lingkungan hidup dan Komisi XVIII DPR RI untuk bisa disikapi. Mampukah mereka ??

    BalasHapus
  2. apa nya yang mau dilaporkan bung, setiap mentri yang berkunjung ke timika semua difasilitrasi oleh freeport. sebelum diwasior terjadi banjir bandang, menteri kehutanan RI berkunjung ke timika bersama rombinganya,dan saya sungguh kaget melihat data rombonganya, di membawa anak istri.dua putra dan dua putrinya, yang statusnya masih mahasiswa dan pelajar sma.dan kegiatanay cuma nanam pohon yang di blow up sma media media yang dibeli freeport.

    BalasHapus
  3. semua orang pasti su tahu rumus nya freeport. termasuk juga ada media yang khusus datang ke freeport tp yang baik2 saja di liput, yg tidak baik. noooooo......apa nanti kata amerika ...hahahaha

    BalasHapus
  4. pak husen, makanya kita harus berterimaksih dengan tehnologi, kalau media media konvensional sudah di beli, sehingga pemberitaanya menjadi sontoloyo, kita kupas di blog toh. kebenaran slalu berpihak kepada waktu yang tepat.

    BalasHapus
  5. bagus banget blog ini, sampai aq share mll facebook ku, salam kenal Pak, saya suka fakta gambar (picture) krn mereka akan ber kisah lebih dalam dari yg kita pikirkan. Mohon ijin share picture, bagaimana Pak? saya lalukan untuk membuat presentasi solusi lingkungan tailing ini. Rasanya kita tidak bisa hanya menuntut pemerintah berbuat tapi apa ya yang dapat kita buat untuk bangsa dan negara.

    BalasHapus
  6. Bagus Sekali gambarnya, semoga mengetuk nurani mereka yang mempunyai kedudukan, jabatan,kekuasaan, kekayaan, kepandaian bicara dan berakting di depan Rakyatnya. Betapa rusaknya Tanah Papua, walau jauh dari Jakarta...tapi itu Tanah Air Kita, pendudukannya adalah Saudara kita. Ya Allah sadarkan Para Bapak dijakarta, agar mampu melindungi Bangsanya, untuk dapat memakmurkan Rakyatnya.

    BalasHapus
  7. Your photographs are beautiful and very informative. I am a landscape architect student researching the Freeport mine and its environmental impacts, and would love to reference your images of the mine tailings in the river for a class-wide blog. You would be fully credited, and I am happy to send a link to the blog once it is up. Please let me know if that would be alright with you. All the best!

    BalasHapus
  8. Kalau kita dri sejarah kontrak karya I PT. freeport 7 april 1967 tanpa melibatkan orang papua sebagai pemilik hk ulayat tidk di libatkan dalam tanda tangan ini, sedangkan PEPERA yang cacat HUKUM dan MORAL itu baru di laksanakan tahun 14 juli 1969, sudah di pastikan bahwa Idonesia, USA dan Belanda telah mengorbankan Nasib hidup orang papua sebagai pemilik hak ulayat sekaligus nasib politik bangsa untuk menentukan nasib sendiri di hilangkan demi kepentingan bangsa-bangsa imperialis ini.

    BalasHapus